Tuesday, April 2, 2013

Maarif Institute harapkan kurikulum 2013 bendung radikalisasi

Google Ads
Aksi Tolak Kurikulum 2013 Sejumlah Guru yang tergabung dalam Aliansi Revolusi Pendidikan melakukan aksi teatrikal menolak kurikulum 2013 dan hapus Ujian Nasional (UN) di depan Gedung Kemendikbud, Jakarta, Rabu (27/3) (FOTO ANTARA/Reno Esnir) ()


Jakarta (ANTARA News) - Kurikulum baru yang akan diterapkan pada 2013 diharapkan dapat membendung arus radikalisasi dan intoleransi di kalangan siswa, kata Direktur Eksekutif Maarif Institute Fajar Riza Ul Haq.

"Jika kurikulum baru tidak bisa membendung arus radikalisasi dan intoleransi, maka upaya besar dalam mengukuhkan pendidikan kewarganegaraan selama ini tidak akan berhasil dengan optimal," katanya di Jakarta, Selasa. 

Dalam Seminar Penguatan Empat Pilar Kebangsaan di Dunia Pendidikan yang bertajuk Mengukuhkan Pendidikan Kewargaan bagi Kokohnya Nilai-nilai Kebangsaan, ia mengatakan kurikulum baru harus ditopang oleh penguatan peran-peran guru dan sekolah.

Pernyataan tersebut menyusul upaya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dalam melahirkan Kurikulum 2013 bagi satuan pendidikan SD, SMP dan SMA yang dinilai mampu menyelesaikan berbagai persoalan pendidikan di Indonesia.

"Keberadaan kurikulum baru tersebut harus dipertanyakan ulang apakah benar dapat menjadi solusi berbagai persoalan fundamental yang menyelimuti dunia pendidikan kita saat ini," katanya.

Ia menilai dunia pendidikan Indonesia saat ini menjadi sorotan publik menyusul maraknya tawuran, aksi kekerasan geng motor, perpeloncoan (bullying), penggunaan narkoba dan seks bebas di kalangan pelajar. 

Dia melanjutkan hal tersebut ditambah dengan semakin gencarnya proses radikalisasi paham keagamaan yang menyasar remaja dan pelajar di Indonesia.

"Fenomena ini semakin memperlihatkan kerapuhan dunia pendidikan kita dalam membentengi moral dan perilaku peserta didik selama ini," katanya.

Berdasarkan hasil penelitian Maarif Institute pada 2011, ditemukan satu kecenderungan lunturnya nilai-nilai nasionalisme di kalangan pelajar.

Dia menjelaskan hal tersebut ditandai dengan rendahnya penghargaan atas Bhinneka Tunggal Ika di tengah tingginya sikap intolerasi generasi muda terhadap keragaman suku, agama dan budaya masyarakat di Indonesia. 

"Jika fenomena ini terus dibiarkan, maka lambat laun akan mengikis bangunan kebangsaan yang telah lama dirajut oleh pendiri bangsa," katanya.

Seminar tersebut dihadiri oleh Wakil Ketua MPR Hajriyanto Y Thohari, Direktur Pembinaan SMA Direktorat Jenderal Pendidikan Menengah Kemendikbud, Direktur Public Virtue Institute Andar Nubowo, Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Guru Indonesia dan Pendiri Sekolah Komunitas Qaryah Thayyibah Ahmad Bahruddin.

sumber
Google Ads
Facebook Twitter Google+

 
Back To Top